Sekitar 100 pelaku usaha mikro kecil dan menengah menghadiri webinar yang diselenggarakan di Auditorium XLSmart, Jalan H. Agus Salim, Jakarta Pusat, Kamis (24/7//2025). Mereka mencoba menggali pemahaman seputar bagaimana produk mereka dapat menjangkau pangsa pasar ekspor. Berlatar niatan menaikkelaskan pelaku usaha kecil Eka Tjipta Foundation (ETF) sepanjang tiga tahun terakhir mengemas lokakarya tematik. Jika penyelenggaraan sebelumnya mengajak para mitra pelaku usaha untuk mampu memanfaatkan platform digital tepat guna serta media sosial untuk memperkenalkan produknya, kini bahasan beranjak pada bagaimana mendorong produk tadi mampu menembus pasar ekspor.
Agustina Tutik, Ketua Harian ETF menyambut peserta dengan menekankan pentingnya ketekunan dan kesiapan sistem bagi pelaku UMKM yang ingin menembus pasar ekspor. Ia mengingatkan bahwa perjuangan menembus pasar luar negeri memang tidak mudah, namun bukan tidak mungkin. “Selalu ada yang pertama dalam segala hal. Yang penting kualitas produk bisa diterima, dan ada sistem internal yang menjaga kualitas itu tetap stabil,” ujarnya. Ia juga berharap kegiatan ini bisa menumbuhkan semangat dan kepercayaan diri para peserta, mengingat bahwa setiap orang yang berhasil pasti pernah mengalami kegagalan.

“Selalu ada kali pertama untuk semua hal,” demikian Agustina Tutik mengajak para pelaku usaha bersiap memasuki pasar ekspor.
Memahami Tantangan Bersama Upit Pitrianingsih
Sesi pertama Tjipta UMKM Expert diawali oleh Upit Pitrianingsih, Co-Founder dan CEO Naiklas Indonesia, sebuah platform digital yang mendampingi UMKM agar mampu mengekspor produknya melalui pembinaan serta menautkannya ke pasar internasional. Dalam paparannya, Upit menjelaskan bahwa banyak UMKM belum menyadari apakah produk mereka memang sudah siap ekspor. “Kadang kualitasnya bagus, tapi belum tahu kapasitas produksinya, belum konsisten, atau belum memenuhi persyaratan seperti izin edar, sertifikasi, atau packaging,” ujarnya.
Menurutnya, terdapat tiga hal utama yang kerap menghambat, yakni kesiapan produk, kesiapan memenuhi regulasi, dan kesiapan pelaku usaha sendiri. “Sertifikasi seperti HACCP, BPOM, ISO, bahkan FDA itu bisa diurus, namun kadang memakan banyak waktu dan tenaga. Tapi banyak yang belum aware karena informasinya belum sampai atau prosesnya dianggap rumit,” tambahnya.

Upit Pitrianingsih berpesan agar mengenali terlebih dulu pasar negara tujuan.
Berangkat dari pengalaman pribadinya, Upit juga menekankan pentingnya test market dan pemahaman terhadap negara tujuan. “Jangan hanya berpikir ‘yang penting ekspor’, tapi tidak tahu pasar mana yang cocok. Tiap negara punya selera, regulasi, dan budaya konsumsi berbeda. UMKM perlu fleksibel dan mampu menyesuaikan produknya,” katanya. Ia juga menyebutkan bahwa saat ini sudah ada berbagai skema agregator atau konsolidator ekspor yang dapat membantu UMKM menjangkau pembeli luar negeri tanpa harus menanggung beban volume besar sendirian.
AI sebagai Katalisator Ekspor
Tidak hanya tentang pengenalan pasar, regulasi dan kesiapan pelaku usaha, peserta selanjutnya diajak memperluas cara pandang terhadap keberadaan teknologi digital, termasuk akal imitasi. Nicholas Dennis, Founder BD Ekspor, membandingkan posisi Indonesia dalam rantai ekspor dunia. “Kita peringkat 30 ekspor dunia, padahal punya kekayaan SDA nomor enam dan populasi nomor empat. Artinya bukan masalah sumber daya, tapi pola pikir dan kesiapan,” tegasnya. Nicholas menekankan pentingnya meninggalkan fixed mindset dan mulai membentuk growth mindset. Dalam paparannya, ia menampilkan satu kesimpulan ringkas: growth mindset, learn and action, unique selling point.
Dalam praktiknya, pelaku UMKM diajak untuk berani memanfaatkan teknologi, termasuk akal imitasi AI, dalam proses kreatif dan pengembangan bisnis. Menurutnya, dengan bantuan teknologi seperti ChatGPT, Gemini, atau sistem operasional berbasis digital lainnya, pelaku usaha bisa menghemat waktu dan tenaga, mulai guna riset pasar, membuat strategi pemasaran, hingga menyusun dokumen ekspor. “Sekarang brainstorming enggak perlu repot. Mau ekspor ke Arab, kita bisa tanya ke AI cara komunikasinya, bahkan dibantu bikin materi promosinya,” jelasnya.

Nicholas Dennis, mengajak UMKM semakin mendalam memanfaatkan teknologi digital.
Ia juga mencontohkan bagaimana teknologi digital bisa menggantikan proses manual yang sebelumnya menyita banyak waktu serta sumber daya. “Kalau dulu laporan keuangan perlu 10 orang, sekarang satu orang cukup. Tinggal input data, sistem yang kerjakan sisanya. Artinya, UMKM yang pakai teknologi akan lebih cepat scale up dibanding yang tidak,” tambahnya.
Namun dirinya mengingatkan bila kemudahan teknologi juga membawa tantangan berupa kompetisi. Karena semua orang kini bisa mengakses tools yang sama, kunci keberhasilan justru terletak pada diferensiasi dan pemahaman terhadap kebutuhan konsumen. “Yang menang adalah yang paling paham konsumennya dan kreatif. Teknologi itu alat bantu, bukan pengganti,” tutupnya.
Cerita Peserta
Salah satu peserta dalam lokakarya bertajuk ‘UMKM Mendunia: Strategi Sukses Menembus Pasar Ekspor’ ini, Bondan Widyastuti, membagikan pengalamannya menekuni kerajinan tangan berbahan kain perca dan perhiasan dari kawat. Produk unggulannya berupa kalung etnik dan aksesori lainnya sudah sempat dikirimnya ke Amerika Serikat, Australia, juga Jepang meskipun belum dalam skala besar. Kesempatan tersebut ia dapatkan setelah aktif dalam komunitas perajin sejak 2018, yang mempertemukannya dengan para mitra yang membawa produknya untuk dipamerkan di luar negeri. Karyanya tercatat pernah lolos kurasi dan terpajang di sebuah hotel di Osaka, Jepang, karena memiliki nilai recycle yang kuat.

Sembari bertanya, turut berbagi pengalaman.
Selain aktif dalam komunitas, Bondan juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok untuk memamerkan karyanya. Beberapa pembeli bahkan langsung menghubunginya karena tertarik dengan unggahannya. “Postingan rajut saya di Instagram sampai di Australia, jadi barangnya belum selesai, mereka sudah pesan,” ujarnya. Menurutnya, media sosial menjadi salah satu kunci peluang ekspor, karena banyak kesempatan yang datang secara tak terduga dari luar negeri.
Dengan pengalaman yang cukup mumpuni, ia tetap merasa perlu menambah pengetahuan tentang platform aggregator ekspor, dan mendapatkan gambaran baru mengenai pentingnya regulasi. “Saya ikut acara ini supaya bisa lebih paham sistem ekspor secara kolektif dan legal, karena produk handmade saya tidak mungkin diproduksi massal.”, terangnya. Baginya, pembahasan soal sertifikasi dan kesiapan produk sangat berguna untuk memperjelas langkahnya memperluas jangkauan ekspor produknya. Menaikkelaskan diri? Tjipta UMKM Expert dapat menjadi jalannya.
Penulis: Aura Zahra, Jaka Anindita
Editor: Sidhi Pintaka
Foto: Muchammad Rizki