Breaking

18 tahun Bazar Minyak Goreng: Kerja Banyak Pihak (2)

Breaking News / Cover Story / Slider / Top News / July 18, 2023

Kalau awak Stakeholder Engagement di President Office punya banyak kisah seputar bazar minyak goreng, yang tahun ini bertajuk Bazar Minyak Goreng Ramadan, memang demikian adanya, karena gelaran ini seolah ‘milik’ mereka. “Standarnya sih mostly komunikasi dan koordinasi ya.  Protapnya (prosedur tetap) kan H-1 datang mengecek lokasi, komunikasi dengan mitra eksternal, dalam hal ini PIC (person in charge) lembaga tersebut. Terus masih ada koordinasi internal untuk logistik (minyak goreng), juga dengan kantor-kantor pilar bisnis kita di tempat kegiatan guna ikut mendukung,” ungkap Hengky menguraikan.  Sedangkan pada lingkup President Office, mereka mesti memperbarui setiap perkembangan hingga jelang gelaran berlangsung, memastikan apakah minyak goreng tiba utuh di lokasi, demikian pula dengan kelancaran kehadiran para petinggi yang direncanakan ikut tampil nanti.

 

“Pak mohon maaf, minyak dalam pengiriman, setelah simbolis kita menunggu dulu.”

Mardi

 

“Selesai acara pun komunikasi lagi, hasil penjualan minyak itu berapa bukti transfernya, make sure gak ada yang miss, closing data terkait acara itu,” demikian Hengky. Lantas bila semua perhelatan berlangsung dalam rangkaian, yang sambung-menyambung, menurut Mardi disikapi dengan cara, “Saat hari ini acara tengah berlangsung, pada saat itu kami sudah berkoordinasi lagi untuk acara berikut. Karena itu kan rutin, beruntun kan, hampir setiap hari, gitu.” Apa lantas hanya mereka yang kelimpungan mana kala bazar berlangsung hingga puluhan kali? Tidak. Kegiatan sesering itu, mustahil tanpa dokumentasi yang kemudian diturunkan ke berbagai olahan materi.

 

Sebelum perhitungan penjualan tuntas ditutup, pastikan tidak ada yang jumlah yang keliru.

 

“Misalnya ada VIP (very important person) dari kementerian, nah, itu kan penjagaannya ketat. Jadi pinter-pinternya kita supaya bisa mendapatkan blocking yang bagus, terus bisa dapet wawancara. Ekstra juga perjuangannya. Itu tantangan paling berat sih. Rata-rata kalau ada menteri nih, itu sudah pasti lebih susah,” demikian Andri Riza, videografer pada Creative & Social Media Department President Office yang tak pernah lepas mengabadikan aktivitas bernilai berita dalam bazar sepanjang tujuh tahun terakhir. Rekannya, Noveradika Priananta yang fotografer menambahkan jika saling mengisi sangat dibutuhkan saat berhadapan dengan kegiatan yang berbentuk rangkaian seperti bazar sepanjang jelang Bulan Puasa hingga mendekati Lebaran. Dalam waktu berdekatan, mereka sering mesti menghadiri beberapa kegiatan. “BMG titiknya ada banyak tuh, jadi ya saling bantu dan saling handle aja. Kalau aku lebih ke foto sih. Kalau Andri kan wawancara juga, tapi jika ada permintaan dari tim sosial media untuk wawancara, ya aku bantu mewawancarai. Kalo ada titipan video yang Andri gak bisa, aku juga buat video.”

 

“Mayoritas bilang panas. Karena kegiatan dilakukan dalam bulan puasa,  mereka menggeluh lapar, haus segala macam.”

Andrea

 

Reportase berulang dari kegiatan serupa membuat ‘anak-anak Produksi’ demikian mereka biasa disebut, hapal kecenderungan para narasumber dari khalayak pembeli minyak goreng. Jika kaum perempuan yang hadir nyaris selalu artikulatif dan ringan bercerita soal kesan dan ide mereka tentang gelaran ini, para bapak malah berkebalikan “Bapak-bapak jarang yang mau diwawancarai, lebih jaim mereka,” begitu menurut Andri. Senada, Noveradika menyampaikan jika khalayak di luar Jakarta, khususnya yang datang dari lingkup warga masyarakat, bukan karyawan instansi tertentu, kerap punya kisah yang lebih berwarna. “Di Jakarta, karena mungkin mereka takut sama atasannya, ceritanya lebih flat.”  Sedangkan di luar Jakarta, menurutnya lebih sering ditemui tren warga yang khawatir jika sampai tidak kebagian minyak goreng. “Mereka itu malas mengantre karena takut kehabisan, sehingga harus berebutan. Tar kalau udah siangan keburu habis, mungkin berpikirnya seperti itu.” Padahal jika telah memiliki kupon, pastinya akan mendapatkan minyak goreng kemasan yang dijual.

 

Lakukan dengan cepat namun cermat karena mengantre di tempat terbuka sembari berpuasa bukan hal sederhana.

 

Bertemu Banyak Keunikan

Sisi baiknya, tetap ada hal menarik yang dapat menghibur kala berjuang mendapatkan sudut pengambilan gambar terbaik. “Gue perhatikan seorang ibu dari awal karena gerak-geriknya seperti mengerahkan massa, gitu ya. Kayak jagoan di situ. Benar saja, lama kelamaan, terlihat bener-bener dia menggalang pembelian lebih banyak. Terus saat gue cari warung buat minum, tiba-tiba tuh ibu lagi jualan minyak di situ, gitu,” cerita Andri tentang kejadian unik yang ia dapati dalam bazar di Kendal, Jawa Tengah. Kupon penjualan yang telah dialokasikan, dan kemudian dibagikan oleh mitra akan memperkecil peluang terjadinya penjualan salah sasaran. Bukan meniadakannya. Akan ada saja upaya serupa dengan yang digagas sang ibu tadi, meski kasusnya sedikit.

Dapat pula di lokasi semua telah terkelola rapi, seluruh pihak yang terlibat mulai dari penyelenggara, khalayak sasaran, bahkan para petinggi yang turut hadir melakukan penjualan juga telah siap, namun kejutan justru datang dari pengiriman minyak goreng yang terlambat. “Nah itu kalo minyaknya belum datang, kita was-was juga tuh, pernah kejadian agak terlambat. Strateginya, kami selalu menyediakan di mobil, barang satu atau dua kardus yang dapat digunakan untuk penjualan simbolis. Sembil kita tetap terus berkoordinasi agar minyaknya cepat datang, gitu,” cerita Mardi bersiasat. Selain berpikir cepat namun tepat, membuka lebar pintu kesabaran adalah hal mutlak bagi mereka ini.

Baca juga: 18 tahun Bazar Minyak Goreng: Masih Primadona (1)

Petinggi Negeri dan Minyak Goreng

Menjadi satu dari sembilan bahan kebutuhan pokok, ketersediaan minyak goreng di masyarakat selalu menjadi perhatian pemerintah, dan telah menjadi komitmen Sinar Mas mendukung pemenuhannya, termasuk lewat gelaran bazar minyak goreng.

Seperti yang dipraktikkan Ferlita pada kesempatan pertamanya mengawal bazar. “Kita mengadakan BMG empat jam kan, dan kalau itu (minyak goreng) gak habis, kami tetap harus akhiri karena mesti mempertimbangkan mobilitas tim penjualan dan lain sebagainya. Biasanya, orang yang belum sempat membeli, tapi bazar sudah harus ditutup, kerap marah. Padahal itu memang SOP kita. Tantanganya lebih ke banyak bersabar sih. Kami harus menjelaskan ke masyarakat bagaimana seharusnya, A, B, C, D,” ujarnya. Tanpa berupaya berdalih, di lapangan memang ada aspek-aspek yang tak dapat mereka kontrol secara penuh. Seputar durasi bazar hanya satu contoh bagaimana hal yang semestinya dipahami pula oleh lembaga mitra, kadang justru terlupakan, meski telah diingatkan. “Adu mulut ada saja sih, kayak panitianya ngeyel gitu kan. Padahal kami memiliki SOP yang bukan sekadar untuk mengekang orang, tapi disusun dari pengalaman sebelumnya supaya acara berjalan lancar,” kata Hengky. Tapi bagi dirinya yang mengaku menggemari komunikasi interpersonal alias tatap muka, berkesempatan saling bicara meski sesekali bersitegang, justru memfasilitasi minatnya.

“Kalo bisa jangan pas Ramadan doang, tapi setiap hari Mas,” saran warga.

Andri

Jika ada yang berupaya mendapatkan lebih dari alokasi, sudah barang tentu terdapat sebagian lagi khalayak yang tak keberatan mana kala mesti membayar, bahkan memiliki keikhlasan untuk berbagi. Seperti disaksikan Andri dalam proses pengambilan gambar untuk pembuatan konten yang melibatkan seorang ibu pembeli minyak goreng pada bulan puasa tahun 2017 lalu. “Karena si ibu ini (Heni demikian namanya) memang dikenal suka berbagi ke tetangganya, kami katakan saat memasak gorengan nanti, akan kami berikan minyak goreng terpisah dari yang dibelinya saat bazar. Selaku pekerja sosial di lingkungannya, minyak yang diterimanya, ia gunakan untuk memasak yang bagi masyarakat sekitar, dan ketika syuting selesai, dirinya memaksa membayar untuk minyak tersebut. Pokoknya kalau emang kalian mau syuting saya, saya tetap mau bayar, begitu ujarnya. Berarti kan dia memang tulus bener-bener berbagi, gitu kan. Kami menemukan narasumber yang tepat banget,” kenang Andri yang sayangnya terlupa, apakah peristiwa itu berlangsung di Semarang, Jawa Tengah atau Surabaya, Jawa Timur.

 

 

Penjual gorengan dapat dianggap sebagai pemangku kepentingan yang sangat menanti dan mensyukuri kegiatan ini, seperti kisah bahagia yang ditemukan Ferlita setelah melihat respon seorang penjual gorengan. “Pas di Semarang pernah ada yang beli tukang gorengan. Dia bilang happy bisa beli dengan harga yang lebih murah.” Sementara Mardi melihatnya lebih puitis. “Kami melihat langsung antusiasme masyarakat, di mana mereka bisa mendapatkan minyak goreng dengan harga murah. Apa lagi di bulan suci Ramadan ini kan. Mereka bisa memasak untuk keluarga. Ini bukan masalah rupiahnya tapi berkumpul bersama keluarga diperantarai minyak murah. Kalau bukan karena tujuan yang membahagiakan, mereka gak mungkin mau mengantre kan?” Benar juga.

Bazar Adalah Juga Video dan Foto

Selalu ada arsip video serta foto dari setiap perhelatan bazaar minyak goreng yang berlangsung. Sejumlah adegan dan foto berulang terpakai, terkemas ke beragam keluaran. Sebagian lainnya menjadi dokumentasi yang tersimpan rapi.

 

Penulis: Jaka Anindita, Nasya Adinda, Qurrotu Ainii PZ

Grafis: Sidhi Pintaka

Foto: Noveradika Priananta

 

 

 






Jaka Anindita
Pemimpin Redaksi




Previous Post

18 tahun Bazar Minyak Goreng: Masih Primadona (1)

Next Post

Kuda, Selalu Jadi Pilihan





0 Comment


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


More Story

18 tahun Bazar Minyak Goreng: Masih Primadona (1)

Memasuki bulan Mei adalah masa rehat dari segenap aktivitas bazar minyak goreng. Rangkaian kegiatan yang umumnya bermula...

July 18, 2023