Dari Pembuangan Sampah Menjadi Taman Obat dan Rempah

Lahan seluas 400 meter persegi itu tampak begitu cantik di sudut pemukiman padat Kampung Perawang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak. Spot swafoto berbentuk hati yang tersusun rapi dari ratusan botol bekas menjadi kesan pertama yang begitu menarik untuk didekati.

Sementara 65 jenis tanaman obat dan rempah terhampar indah di lahan yang berlokasi di RT 06 RW 04 itu. Dasawisma Srikandi, begitu warga setempat menjuluki taman mini tersebut. Seolah oase di padang pasir, taman itu menjadi hamparan hijau nan syahdu di tengah gersangnya kawasan pemukiman yang berada di kota industri Perawang.

Penampakan foto udara taman Dasawisma Srikandi di Kampung Perawang Barat, Kabupaten Siak, Riau. (ANTARA/FB Anggoro)

Dasawisma Srikandi berdiri sejak Januari 2019 lalu. Dahulunya, lokasi itu hanyalah tempat pembuangan sampah sejak perumahan itu berdiri, 10 tahun silam. Jengah dengan kondisi yang tidak berubah, para ibu rumah tangga yang tinggal di pemukiman itu kemudian mulai melakukan sesuatu.

Fatmawati (38), istri dari ketua RT setempat mengajak rekan-rekannya mulai bergerilya mengajak suami memegang cangkul dan alat pembersih lahan seadanya. “Dahulu tempat ini kotor sekali. Bayangkan, 10 tahun jadi tempat pembuangan sampah,” katanya kepada Antara di Perawang, Siak, Rabu.

Ibu tiga anak ini mengisahkan jika pembersihan membutuhkan waktu hingga dua bulan lamanya. Beragam sampah mulai dari plastik, pecahan kaca, kayu, perabot rumah tangga, hingga popok bayi bertumpuk tak karuan.

“Membersihkan ini saja butuh waktu dua bulan. Bersama suami-suami kami bersihkan secara swadaya,” ujarnya.

Dua bulan berselang, lahan menjadi bersih. Mengingat pembersihan bukan pekerjaan mudah, maka para ibu-ibu rumah tangga di kampung yang merupakan bagian dari Desa Makmur Peduli Api (DMPA) binaan Arara Abadi, unit usaha Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas tersebut langsung bergerak cepat.

Sejumlah ibu merawat tanaman di taman Dasawisma KPenampakan foto udara taman Dasawisma Srikandi di Kampung Perawang Barat, Kabupaten Siak, Riau. (ANTARA/FB Anggoro)

Mereka mengumpulkan bibit-bibit tanaman herbal dan rempah yang hasilnya bisa dimanfaatkan warga setempat. Mulai dari jahe merah, bawang putih, temulawak, daun bidara, hingga ceplukan atau Physalis angulata yang kini tengah naik daun karena khasiatnya mereka tancap dan budidayakan.

Setahun berselang, Fatmawati mengaku keberadaan taman itu sangat membantu warga. Terutama untuk mereka yang menderita sakit ringan semacam batuk, kembung hingga demam, bisa langsung mengambil tanaman di sana.

Untuk memudahkan mengetahui manfaatnya, pengelola Dasawisma Srikandi pun melengkapi setiap jenis tanaman dengan keterangan manfaatnya. Misal, daun ciplukan memiliki manfaat antikanker hingga menghentikan pendarahan atau jahe merah bisa mengobati peradangan.

Fatmawati menjelaskan dalam waktu dekat mereka akan kembali memperluas Dasawisma Srikandi dengan tanaman jahe merah karena menurut dia tanaman itu memiliki manfaat sebagai antioksidan untuk mencegah Covid-19.

“Kita berharap upaya ini mendapat dukungan dan bimbingan terutama dari DMPA,” ujarnya.

DMPA merupakan program yang digulirkan APP Sinar Mas untuk mendorong masyarakat beralih ke pertanian yang berkelanjutan serta bagian dari Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) berlangsung sejak 2016 silam. Kampung Perawang Barat menjadi salah satu desa yang tergabung dalam program itu.

Melalui DMPA, masing-masing desa yang berhasil lepas dari Karhutla mendapat kucuran dana hibah hingga Rp250 juta. Namun dengan catatan, bahwa dana itu harus terus digulirkan untuk kesejahteraan masyarakat. Hingga saat ini, program DMPA di Riau telah diimplementasikan di sekitar 150 desa, dan memberi manfaat kepada lebih dari 9.600 rumah tangga.

Penghulu Kampung Perawang Barat Faizal mengakui jika program DMPA telah memberikan dampak begitu besar, terutama dari sisi sosial dan ekonomi kepada masyarakatnya. Penghulu atau setara kepala desa berusia 43 tahun itu mengatakan dengan perubahan tingkat sosial dan ekonomi yang lebih baik membuat masyarakat Perawang Barat lebih mencintai lingkungan, termasuk meninggalkan cara-cara membuka lahan dengan membakar.

“Masyarakat kami sekarang banyak aktivitasnya. Membuka usaha sayur, buah, ternak ikan, bebek dengan pendampingan DMPA. Tidak ada lagi yang membakar lahan, sekarang dengan tenaga sendiri. Manual,” katanya.

Faizal mengatakan selain faktor ekonomi, dahulunya masyarakat Perawang Barat membakar lahan karena ketidaktahuan ancaman pidana yang begitu besar jika mulai melakukan pembakaran. Untuk itu, dia mengatakan dengan sosialisasi rutin secara massif oleh DMPA dan pembinaan ekonomi, masyarakat memiliki pola pikir yang lebih terbuka.

“Kami berharap program DMPA dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan,” ujarnya.

 

Sumber: Antara