Praktik Penerapan New Normal di ITC Roxy Mas

Siang hari ramai pengunjung sudah menjadi keseharian di ITC Roxy Mas, Jakarta Barat. Namun, jika itu terjadi pada hari ketiga semenjak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan masa transisi, atau persisnya Pembatasan Sosial Berskala Besar Masa Transisi, butuh upaya lebih mengelola arus pengunjung yang datang.

Rabu (17/6), jam 14 siang, sebelum dapat memasuki gedung, pengunjung harus melalui antrean berkelok dan berjarak. Hadir tanpa mengenakan masker, jangan berharap diizinkan masuk, sementara mencuci tangan dengan sabun menjadi keharusan sebelum melalui pemeriksaan suhu tubuh.

Bagi para tenant yang sekian waktu menanti untuk dapat kembali beraktivitas, ada sosialisasi meliputi seluruh regulasi dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, gugus tugas, berikut aturan main dari pengelola gedung. “Karena pembatasan tak lebih dari 50 persen, selain berlaku bagi jumlah pengunjung, juga meliputi jumlah tenant dan karyawannya. Mereka harus mengenakan masker, memakai face shield, termasuk menandatangani pakta integritas yang menyatakan mereka bebas Covid-19,” ungkap Agnes. Langkah pencegahan standar seperti mencuci tangan dengan sabun, pengecekan suhu, sudah barang tentu harus mereka lalui.

 

 

Mengingat tingginya antusiasme warga pihak ITC sampai membuat alat pencuci tangan dengan pedal untuk mengucurkan air, agar sentuhan tangan dapat ditiadakan. Demikian pula dengan mesin tiket di pintu masuk mal dan apartemen. Agnes menyebut, pihaknya merekayasa proses pengambilan tiket kendaraan tanpa harus menekan tombol. Cukup dengan isyarat atau gerakan tangan, tiket keluar. Bahkan tombol lantai dalam kabin lift pun tengah dimodifikasi. Di dalam lift, jangan mencoba berdesakan lebih dari 5 orang, berapapun bobot tubuhnya. Sensor yang terprogram di dalamnya hanya mengizinkan lift bergerak bila berisikan 5 penumpang atau kurang.

Tak sampai di situ, solusi berwarnakan adaptasi terhadap kenormalan baru sekaligus disrupsi teknologi turut hadir, yakni dengan inisiasi akun resmi ITC di platform belanja digital Tokopedia. “Tenant yang sebelumnya telah menjalankan bisnis online, tetap dapat bertransaksi, mengambil dan mengirimkan barang mereka, hanya saja sekarang sudah tersedia gerai resmi atau official store.” Keberadaan toko resmi semacam ini diharapkan bisa membantu tenant bila mana sampai terjadi pembatasan berskala besar seperti sebelumnya. “Mereka tetap dapat berjualan sekalipun mal tengah tutup. Selain itu, kehadiran tenant dalam sebuah official store membuat  mereka lebih dilirik oleh konsumen,” tambah Agnes.

Baca selengkapnya: Siang Hari di Roxy Mas: Memfasilitasi Hasrat Warga untuk Ngemal

Manajemen ITC melihat minat tenant untuk bergabung cukup tinggi meskipun sosialisasi baru saja dimulai, dan mereka tengah disibukkan dengan toko fisik mereka yang lama tutup. Saat melewati meja customer service yang kini berlapis layar bening untuk menghindari kontak fisik, Agnes mengingatkan rekannya yang tengah bertugas menerima para tenant dengan ragam urusan mereka. “Untuk keperluan apapun, jangan lupa ingatkan supaya mem-follow akun resmi ITC di Tokopedia.” Mesti begitu, karena ITC berharap sedikitnya 50 persen tenant yang ada akan tergabung dalam market place ini.

 

Hasrat tak Tertahankan

Keinginan untuk pergi ke luar setelah sekian lama menjalani pembatasan aktivitas sosial terlihat umum menggejala. Sebagian warga yang karena keterbatasan akses logistik, informasi hingga hiburan, akan sangat mendamba sesekali dapat meninggalkan tempat tinggalnya. Namun jangan dikira warga kelas atas yang punya keleluasaan berlebih juga tak ingin beredar ke luar. Simak saja situasi di Jalan Senopati, Jakarta Selatan sebagai satu contohnya. Kendaraan megah terlihat memenuhi sepanjang sisi jalan serta lokasi parkir milik rumah makan fine dining yang berjajar di sana, dan kembali buka secara terbatas.

Bagi warga kebanyakan, datang ke mal atau pusat perbelanjaan – bahkan tanpa mesti membeli sesuatu – dapat menjadi selingan, obat melepas kepenatan. Sebagaimana terlihat sejak dari antrean masuk dan lalu-lalang pengunjung ITC Roxy Mas. Menurut ITC Roxy Mas Coordinator Customer Relatio, Shinta Budhi Hapsari menyebutkan, “Lewat istirahat makan siang, atau sekitar jam 13, jumlah pengunjung umumnya meningkat secara signifikan.” PSBB transisi mensyaratkan mal baru dibuka pada jam 11 siang.

 Menjelajahi lantai demi lantai, menyapa sejumlah tenant, kadang mengingatkan mereka akan protokol keselamatan, berikut mengawasi kerapian dan kebersihan sejumlah sisi mal, handy talkie yang digenggamnya terdengar ramai. Beberapa kali, dirinya meminta bantuan jajaran ERT untuk mengurai para pengungjung yang mulai berhimpitan.  Bukan hanya para pemilik gerai selular yang tengah memutar kembali roda bisnisnya dengan berbelanja handset, asesoris maupun suku cadang di sana, tapi nyaris pada setiap sudut mal terlihat warga yang tengah menengok jajaran handset terbaru, banyak juga yang mengajak anggota keluarganya. Menurutnya, beberapa gerai suku cadang sempat diserbu pelanggan hingga mesti ditutup sementara.

Baca selengkapnya: Jelang Sore di Roxy Mas: Crowd Control adalah Seni